Jual Buku: Sketsa Tokoh (Catatan Jakoeb Oetomo di Intisari) | Aksiku Toko Buku Bekas Online
Pemesanan Klik pada nomor untuk langsung chat :
Admin: Whatsapp: 0813-1063-6383

"Harga Belum Termasuk Biaya Ongkos Kirim"
"Pengiriman dilaksanakan sehari setelah Pembayaran"

Pilih Penulis

Pencarian Cepat - Ketik dan Enter

Home » , , , , , , , » Jual Buku: Sketsa Tokoh (Catatan Jakoeb Oetomo di Intisari)

Jual Buku: Sketsa Tokoh (Catatan Jakoeb Oetomo di Intisari)

www.aksiku.com
Judul: Sketsa Tokoh (Catatan Jakoeb Oetomo di Intisari)
Penulis: Jakob Oetama

Bahasa: Indonesia
Kulit Muka: Soft Cover
Tebal: vi + 202 Halaman
Berat Buku: 200 g
Penerbit: PT Intisari Mediatama
Tahun: Cetakan Pertama, April 2003
Kondisi: Cukup Bagus (BUKU BEKAS/Kondisi fisik sesuai foto)

Harga: Rp. 20.000,- (SOLD OUT)

Sinopsis


"Jakob Oetama dikenal masyarakat sebagai pemimpin kelompok media dengan beragam unit usaha, dari media cetak sampai elektronika. Selama 40 tahun terakhir, dia telah berhasil membangun sebuah institusi yang ikut menyediakan infrastruktur kebudayaan tempat suatu masyarakat majemuk Indonesia berwacana serta bergumul mencari alternatif menuju ke arah pembaharuan bangsanya. Dalam situasi semacam itu, menarik untuk mencoba mengetahui, apa yang dilakukannya pada hari-hari pertama ketika dia merintis karier dalam media.

Pada berbagai kesempatan, secara terbuka dia selalu menegaskan bahwa dirinya pertama-tama seorang wartawan. Bahwa pada akhirnya dia berhasil meniti karier dan menjadi seperti yang kini kita saksikan, mungkin lebih akibat kecelakaan sejarah dalam perjalanan hidup.

Awal karier jumalistik Jakob dirintis dengan memimpin Majalah Penabur, dimana antara lain dia menulis sejumlah ceritera pendek. Tetapi, tulisannya mencapai khalayak jauh lebih luas ketika dia, bersama-sama P.K. Ojong, menerbitkan Intisari, majalah bulanan yang muncul pertama bulan Agustus 1963. Sebagai salah seorang pendiri, Jakob khusus bertugas mengelola kebijakan redaksional majalahnya.

Sering muncul bayangan keliru tentang seorang pemimpin redaksi. Sosok yang bagaikan selalu tinggal di atas angin serta terkurung dalam menara gading. Sehingga tercabut dari akarnya, kurang memasyarakat dan bahkan tidak bersedia turun ke lapangan untuk menemui sendiri sumber-sumber beritanya.

Jakob berbeda dengan sinyalemen tersebut.

la turun ke lapangan. Melakukan wawancara, mencatat, menulis, sampai akhirnya nanti, menyajikan laporan, tulisan, pengamatan untuk khalayak pembacanya. Memang, dan ini sudah sering dia katakan, tidak ada tempat untuk bersikap arrive bagi mereka yang sengaja memilih profesi wartawan sebagai panggilan hidup. Menggoyang-goyangkan diri agar tidak mapan, merupakan sikap intelektual dan kultural sebagai bagian dari pekerjaan seorang wartawan.

Para pengamat sering melukiskan kehidupan pers Indonesia adalah la presse engagee, pers yang selalu mengikatkan diri kepada cita-cita, kepada idealisme. Terwujud dalam cita-cita kebangsaan, kemerdekaan sekaligus kesejahteraan masyarakat. Idealisme tersebut sangat kuat, sehingga aspek pers yang lain, katakanlah aspek komersial, andaikan bukan terabaikan, paling tidak kurang begitu dikedepankan.

Dalam kerangka ini, Jakob tanpa sengaja membuktikan bahwa karya jurnalistiknya yang dimuat dalam Intisari tampil menonjol. Sebuah laporan bermakna, ditulis dalam bahasa ringan, lincah, penuh warna dan kaya makna. Makna tersebut tidak hanya terlihat jelas karena tersurat, tetapi tetap dahsyat walau hanya tersirat halus dan tersembunyi dalam beetwen the lines.

Ciri lain tulisan Jakob adalah semangat compassion. la memahami perasaan, bersimpati sekaligus memberi empati kepada sumber berita. Dengan demikian, dan nantinya tampil dalam tulisannya, Jakob mampu mengikat khalayak. Dilengkapi kemampuan memberikan sentuhan suasana, sehingga karya jurnalistiknya hadir dinamis dan tak larut oleh hitungan waktu.

Berbagai kendala, khususnya keterbatasan dana dan daya masa itu, menjadikan tidak semua tokoh yang ditulisnya bisa diwawancarai secara langsung. Sebagian sudah tutup usia, semisal Tjipto Mangunkusumo.

Menghadapi kendala tersebut, Jakob tidak menyerah. la terus bergulat mencari peluang dan berusaha menembus jalan buntu. Antara lain ia meminta temannya, P. Swantoro (kemudian menjadi Wakil Pemimpin Redaksi Kompas) mendatangi dan mewawancarai orang tua Komodor Jos Soedarso di Salatiga sebagai bahan tulisan tentang Pahlawan Pertempuran Laut Aru itu. Hasilnya mengagumkan. Oleh karena Jakob mampu menampilkan tulisan menarik, meski hanya berasal dari wawancara dengan sumber kedua atau menggalinya dari bahan-bahan bacaan.

Dalam buku ini dikumpulkan 21 tulisan yang sudah pernah terbit di Intisari antara tahun 1963 sampai 1965. Sebagaimana kita ketahui, sejak pertengahan tahun 1965 perhatian Jakob untuk Intisari mulai menyurut, oleh karena waktunya semakin tersita untuk Kompas, surat kabar yang juga dia dirikan bersama P.K. Ojong pada bulan Juni 1965.

Semua tulisan yang dikumpulkan dalam buku ini khusus membicarakan sosok sejumlah tokoh. Untuk menunjukkan rentang upaya Jakob memanjakan khalayak pembacanya sekaligus menampilkan luas keragaman minatnya, dia melakukan wawancara dengan pakar bahasa Jawa kuno Prof. Dr. R.M. Ng. Poerbatjaraka sampai sastrawan Bahrum Rangkuti, dari budayawan H.B. Jassin hingga humoris Mang Udel dan juga Bhiku Stavira Ashin Jinarakkhita.

Dalam tulisannya, Jakob mampu menghidupkan para tokoh yang diajak berdialog. Tampil sosok Bung Karno yang streng setiap mengajar, keeksentrikan Tjipto Mangunkusumo, kebregasan H.O.S. Tjokroaminoto sampai tentang Ibrahim, pedel Universitas Indonesia, yang tidak pernah bersedia melakukan kompromi ketika memimpin jalannya upacara inaugurasi di kampus.

Perjalanan waktu selama 40 tahun, khususnya untuk profesi kewartawanan, semakin menunjukkan perlunya mencari format serta gaya penulisan baru untuk bisa terus dikembangkan. Setiap waktu bermunculan penemuan-penemuan baru dalam media komunikasi, dipicu kehadiran televisi, dengan segala macam kelebihannya dalam menjangkau khalayak.

Sudah sewajarnya, menghadapi masyarakat yang selalu berubah, jika masih ingin tetap bertahan, pengelola media cetak dan juga penulis, harus mampu memberikan ekspresi baru berikut menyajikan sentuhan mereka dalam format lain.

Dalam kaitan ini, kita bisa belajar dengan membaca kembali karya serta semangat kerja Jakob. Tidak sekadar mengagumi kemampuannya menulis, tetapi jauh lebih bermakna, ikut serta menimba pengalaman dalam perbincangannya dengan sejumlah tokoh yang ditampilkan.

Ada sebuah ungkapan klasik, memerintah itu melihat jauh, gouverner c'est prevoir. Melihat jauh dalam pengertian, meski orang awam, kita juga harus mampu melihat jauh karena nantinya juga harus menghadapi tantangan-tantangan masa depan yang beragam dan sarat perubahan.

"Demain est un autrejour,"" kata orang Prancis.

Esok adalah hari lain. Dengan semangat itu, diharapkan buku ini bisa ikut membangun tradisi, bahwa warisan paling berharga adalah karya. Karena hanya dengan menggali, mengkaji serta mengembangkan sesuatu warisan, kita akan lebih siap menghadapi segala ragam tantangan masa depan.

Lihat Juga

Buku Unggulan


0 comments:

Post a Comment

Sudahkah Anda Baca Buku ini?