Penulis: John Boyne
Bahasa: Indonesia/Terjemahan
Kulit Muka: Soft Cover
Tebal: 240 Halaman (LENGKAP)
Berat Buku: 180 g
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun: Juli 2007
Kondisi: Cukup (BUKU BEKAS/Kondisi fisik sesuai foto)
Harga: Rp. 46.000,- (SOLD OUT)
Sinopsis
Cover depan dan belakang, serta halaman paling belakang buku ada tulisan dan corat coret pemilik sebelumnya. (LIHAT FOTO)
Bruno, langsung memutuskan untuk tidak menyukai tempat tinggalnya yang baru. Berbeda dengan rumah lamanya di Berlin, yang bertingkat 5, keadaan sekeliling yang ramai dan juga dengan tiga orang sahabatnya. Di rumah barunya ini, tidak ada tetangga di kiri-kanannya, bahkan seolah tanpa penghuni, satu-satunya rumah yang terlihat adalah rumah di seberang yang sepi dan tandus. Hampir tidak ada orang di sekitarnya. Benar-benar membosankan, karena tidak ada teman yang bisa diajaknya bermain.
Ibu Bruno tidak mau berkata apa-apa soal kepindahan mereka. Yang pasti, kata Ibu Bruno, mereka harus ikut ke tempat tugas ayah Bruno yang baru.
Bruno adalah anak yang senang menjelajah, bahkan ia punya cita-cita jadi penjelajah, ia menemukan sebuah jendela di mana dari sana ia bisa melihat keadaan di rumah satunya. Ia melihat ada begitu banyak orang yang berada di balik pagar. Hanya ada laki-laki dan anak-anak. Ke mana para perempuan? Dan mereka mengenakan baju yang sama yaitu piama bergaris-garis. Menurut Bruno, tentu menyenangkan bisa memakai piama seharian.
Bruno semakin tidak menyukai rumah barunya. Bruno tidak punya teman. Bruno malas mengajak Greta, kakaknya yang Benar-Benar Payah itu bermain. Belum lagi, ia tidak pergi ke sekolah. Orang tuanya malah memanggil guru untuk belajar di rumah.
Bruno memutuskan untuk melakukan penjelahan ke sekeliling rumahnya. Ia pun menyusuri pagar. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah titik yang akhirnya menjadi seorang anak laki-laki yang sedang merenung di balik pagar.
Mereka pun berkenalan. Anak laki-laki itu bernama Shmuel, yang ternyata berulang tahun di hari yang sama dengan Bruno. Tentu saja Bruno senang mendapatkan teman yang sebaya dengannya.
Tapi, berbeda dengan Bruno, Shmuel selalu tampak sedih, kurus dan murung. Mereka berdua berusaha memahami dunia mereka masing-masing. Bruno ingin sekali mengundang teman barunya itu ke rumah, atau bahkan Bruno ingin mengunjungi teman barunya itu di balik pagar. Bruno menganggap Shmuel lebih beruntung karena di balik pagar ada banyak anak laki-laki yang bisa jadi teman bermain, sementara dirinya sendiri hanya bersama kakak perempuannya yang Benar-Benar Payah.
Buku ini sebenarnya bikin sedih banget. Menggambarkan suasana di Kamp Auschwitz atau yang disebut Bruno, Out-With. Gimana kejamnya The Fury dan para tentaranya. Tapi, semakin menyedihkan karena digambarkan dari pandangan polos dua orang anak yang gak tau apa-apa. Yang ada pikiran mereka hanyalah mencari pertemanan dan persahabatan. (f3r1n4/bukukita)
0 comments:
Post a Comment